Peranan Pemerolehan Bahasa Pertama
Terhadap Pemerolehan Bahasa Kedua
A. Konsep Pemerolehan Bahasa
Sejak tahun 1979 dunia pendidikan di Indonesia
berkenalan dengan pembedaan antara
hasil instruksional berupa kompetensi pebelajar atas pengetahuan dan keterampilan dalam ranah intelektual, emosional, dan fisik (psikomotor), dan hasil pengiring (nurturent effect), serta nilai (value). Pelajaran yang dapat dipetik dari konsep ini
ialah ada sesuatu yang diperoleh siswa dari apa yang diajarkan guru atau
dipelajari siswanya.
Hal tersebut sejajar dengan munculnya pembedaan
antara konsep pembelajaran (learning) dan pemerolehan (acquisition) bahasa. Istilah "pemerolehan" terpaut dengan kajian psikolinguistik ketika kita berbicara mengenai anak-anak
dengan bahasa ibunya. Dengan beberapa pertimbangan,
istilah pertama dipakai untuk belajar B2 dan istilah kedua
dipakai untuk bahasa ibu (B1). Faktanya, belajar selalu dikaitkan dengan guru,
kurikulum, alokasi waktu, dan sebagainya, sedangkan dalam
pemerolehan B1 semua itu tidak ada. Ada fakta lain bahwa
dalam memperoleh B1, anak mulai dari nol; dalam belajar
B2, pebelajar sudah memiliki bahasa.
Dengan "mesin" pemerolehan bahasa
yang dibawa sejak lahir anak mengolah data bahasa lalu memproduksi ujaran-ujaran. Dengan watak
aktif, kreatif, dan inofatif, anak- anak akhirnya mampu
menguasai gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa
yang diidealkan oleh penutur dewasa. Anak memiliki motivasi untuk segera
masuk ke dalam lingkungan sosial, entah kelompok sebaya (peer
group) atau guyup (community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah
proses yang berlangsung di dalam
otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran
bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa
pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan
bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran
(Cox, 1999; Musfiroh, 2002)
Perbandingan
Pembelajaran dan Pemerolehan Bahasa
|
|
Sofa (2008) juga mengemukakan bahwa proses anak
mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila anak yang sejak
semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa.
Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah
pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya.
Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan
mempunyai ciri kesinambungan, memiliki
suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa.
Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai
permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi
motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya
dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif
pralinguistik ditambahkan, bahwa pemerolehan bahasa
pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan
kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara
otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai
bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara
harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang,
modalitas, kausalitas, dan sebagainya.
Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada
dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).
Agar seorang anak dapat dianggap telah
menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan
kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan
deiktis merupakan bagian yang penting dalam perkembangan
kognitif penguasaan B1 seorang anak.
Selain aspek kognitif anak, pemerolehan bahasa
pertama juga memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat
hubungannya dengan pembentukan identitas sosial.
Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan
menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa memudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang
benar-benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat
digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya,
moral, agama, dan nilai-nilai lain dalam masyarakat.
Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa
melalui bahasa khusus bahasa pertama (B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota
masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk
mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk
yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia
tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara
gamblang.
B. Strategi dan Tahap Pemerolehan Bahasa
Pertama
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky
menyebutkan bahwa ada dua proses
yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses
yang dimaksud adalah proses kompetensi dan
proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini
dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak
lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga
anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Performansi
terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat
yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan
menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana
strategi si anak dalam memperoleh bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama
dalam memperoleh bahasa pertamanya? Berkaitan dengan hal
ini, Dardjowidjojo, (2005:243- 244) menyebutkan bahwa
pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak
di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang
sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan
neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan
mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan
bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat
konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui
kodrat-kodrat yang universal ini.
Sofa (2008) mengemukakan bahwa terdapat empat strategi pemerolehan
bahasa pertama anak. Berikut ini diuraikan keempat strategi tersebut:
1. Tirulah apa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak
terus, meskipun ia sudah dapat
sempurna melafalkan bunyi. Ada berbagai ragam peniruan
atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation, imitasi pemerolehan atau elicited imitation,
imitasi segera atau
immediate imitation, imitasi
terlambat
delayed imitation dan imitasi dengan perluasan
atau imitation
with expansion,
red
2. Strategi
produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman buatlah sebanyak
mungkin dengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda
peroleh. Produktivitas adalah ciri utama bahasa. Dengan
satu kata seorang anak dapat “bercerita atau mengatakan”
sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung berbagai makna
bergantung pada situasi dan intonasi.
3. Berkaitan
dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan responsi. Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah
ujaran dan lihatlah bagaimana orang lain memberi
responsi. Stategi produktif bersifat “sosial” dalam
pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu
dapat memberikan umpan balik kepada pelajar mengenai
ekspresinya sendiri terhadap makna dan juga memberinya
sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasa untuk
digarap atau dikerjakan.
4. Prinsip
operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan
bahasa. Selain perintah terhadap diri sendiri oleh anak,
prinsip operasi ini juga menyarankan larangan yang
dinyatakan dalamavoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari
pengaturan kembali.ucedim
itation.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dikatakan
bahwa pemerolehan bahasa bukan
hanya diperoleh secara otomatis, tetapi juga melajui beberapa strategi
pemerolehan bahasa pertama anak. Selain itu, proses
pemerolehan bahasa pertama juga bisa diketahui dengan
melihat tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa pertama. Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata
bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua
kaidahnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Safriandi (2008)
berikut ini, bahwa B1 diperolehnya
dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini
sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai
bahasa di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa tahap-tahap
pemerolehan bahasa pada aspek tahapanlinguis tik
yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap
pengocehan(babbling); (2) tahap satu kata(holofr as tis ); (3) tahap
dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).
C. Strategi dan Faktor Pembelajaran Bahasa
Kedua
1. Strategi Pemerolehan Bahasa Kedua
Pembelajaran bahasa kedua adalah proses memahaminya seorang atau lebih individu
terhadap suatu bahasa setelah bahasa yang terdahului dikuasai sampai batas
tertentu. Dengan demikian, belajar bahasa kedua berarti belajar menguasai
bahasa yang kedua
diberikan kepada mereka. Umumnya hasil belajar bahasa kedua tidak sebagus
hasil belajar bahasa pertama. Meskipun demikian, pada
anak-anak, menurut Paivio dan
Begg (1981). proses belajar itu terjadi dengan sangat cepat dan
lancar, terutama karena otak mereka masih sangat peka
menerima rangsang bahasa.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa
pemerolehan bahasa berbeda dengan
pembelajaran bahasa. Menurut Sofa (2008) bahwa orang dewasa mempunyai dua
cara yang berbeda mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa
kedua.
a. Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara
anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam
bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan
proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
b. Untuk mengembangkan
kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar
bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Namun, pada dasarnya
Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana
pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai
anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa.
Selain pembedaan pemerolehan dan pembelajaran
yang dikemukakan di atas, Sofa
(2008) juga memberikan batasan pembedaan pada pemerolehan dan pembelajaran
dalam lima hal sebagai berikut.
a. Pemerolehan: memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa
pertama, seorang anak penutur asli,
sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,
b. Secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
c. Bahasa pertama seperti memungut bahasa
kedua, sedangkan pembelajaran mengetahui bahasa kedua,
d. mendapat pengetahuan secara implisit,
sedangkan pembelajaran mendapat pengetahuan secara eksplisit,
e. pemerolehan tidak membantu kemampuan anak,
sedangkan pembelajaran menolong sekali.
Terdapat dua cara pembelajaran bahasa kedua,
yaitu pembelajaran bahasa kedua secara
terpimpin dan pembelajaran bahasa kedua secara alamiah.
Pertama, pembelajaran bahasa kedua yang diajarkan
kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang
ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai
oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya. Kedua, pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa
kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas
dari pengajaran atau pimpinan, guru. Tidak ada
keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa
dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari
pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi
spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Keberhasilan belajar bahasa kedua, menurut
Steinberg (2001:238), dipengaruhi oleh strategi yang digunakan pembelajar, yakni (1) verifikasi, adalah mengecek apakah hipotesis mereka
tentang bahasa tersebut benar, (2) pemrosesan
induktif, yakni menyusun hipotesis tentang bahasa
kedua dengan dasar pengetahuan mereka pada bahasa pertama, (3) alasan deduktif, yakni
menggunakan logika umum dalam memecahkan masalah, (4) praktik, yakni kegiatan mengulang, berlatih,
dan menirukan, (5) memorasi atau mengingat, yakni strategi pengulangan untuk tujuan menguatkan penyimpanan dan pengambilan (storage
and retrieval), (6) monitoring,
yakni berani membuat kesalahan dan memberi perhatian
pada bagaimana pesan diterima oleh petutur.
Sofa (2008) mengemukakan lima strategi pemerolehan bahasa seperti
berikut ini.
a. Gunakanlah pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk
penetapan atau pemikiran
bahasa, Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR) sebesar 1,75, dan Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Penggunaan
pemahaman nonlinguistik untuk memperhitungkan serta
menetapkan hubungan-hubungan makna-ekspresi bahasa
merupakan suatu strategi yang amat persuasif atau dapat merembes pada
diri anak-anak.
b. gunakan apa saja atau segala sesuatu yang penting, yang menonjol dan
menarik hati Anda. Ada dua ciri yang
kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan
berharga bagi sejumlah kata-kata pertama mereka yaitu objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat (misalnya kunci, palu,
kaos kaki, topi) dan objek-objek yang bergerak dan
berubah (seperti mobil, jam). Sifat-sifat atas ciri-ciri
perseptual dapat bertindak sebagai butir-butir atau titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan, ukuran, bunyi, rasa, bentuk).
c. anggaplah bahwa bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan
dengan demikian menggunakan data
bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki 50 kata
pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yang seakan-akan melihat fungsi utama bahasa sebagai penamaan objek-objek.
Anak kelompok ekspresif memiliki 50 kata pertama secara
proporsional mencakup lebih banyak kata yang dipakai
dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terima kasih,
jangan begitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa (terutama sekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif.
Kedua kelompok anak itu menyimak bahasa sekitar mereka
secara berbeda. Kelompok yang satu memperlakukan bahasa
yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yang satu
lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi.
d.
amatilah bagaimana caranya orang lain mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik diterapkan pada anak yang
berbicara sedikit dan seakan-akan mengamati lebih banyak,
bertindak selektif, menyimak, mengamati untuk melihat bagaimana
makna dan ekspresi verbal saling berhubungan.
e. ajukanlah pertanyaan-pertanyaan untuk memancing atau memperoleh data
yang Anda inginkan, anak berusia
sekitar dua tahun akan sibuk membangun dan memperkaya
kosakata mereka. Banyak di antara mereka mempergunakan siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Suatu pola yang menarik terjadi
pada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3
tahun.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran
Bahasa Kedua
Keberhasilan pembelajaran bahasa kedua
dipengaruhi oleh enam faktor. Pertama, faktor motivasi. Belajar bahasa yang dilandasi oleh
motivasi yang kuat, akan memperoleh hasil yang lebih
baik. Motivasi, dalam perspektif ini meliputi dorongan, hasrat, kemauan,
alasan, atau tujuan yang menggerakkan seseorang untuk belajar
bahasa. Motivasi berasal dalam diri individu, yang dapat
digolongkan sebagai motivasi integratif dan motivasi instrumen.
Motivasi integratif berkaitan dengan keinginan untuk menjalin komunikasi
dengan penutur, sedangkan motivasi instrumen mengacu pada
keinginan untuk memperoleh prestasi atau pekerjaan
tertentu.
Kedua, adalah faktor lingkungan, meliputi
lingkungan formal dan informal. Lingkungan formal adalah lingkungan sekolah yang dirancang sedemikian
rupa, artifisial, bagian dari pengajaran, dan diarahkan
untuk melakukan aktivitas yang berorientasi kaidah
(Krashen, 2002). Lingkungan informal adalah lingkungan alami dan natural yang
memungkinkan anak berinteraksi dengan bahasa tersebut. Menurut
Dulay (1982), lingkungan informal, terutama teman sebaya, memiliki pengaruh yang cukup kuat
dalam proses pemerolehan bahasa. Selain itu, lingkungan
yang diperkaya pun sangat membantu anak menguasai
bahasa. Tersedianya materi-materi cetak, buku-buku bergambar, dan media-media yang setiap saat dapat dilihat anak merupakan bagian dari
lingkungan yang diperkaya.
Ketiga, adalah usia. Anak-anak, menurut Lambert
(1972) memiliki peluang untuk mahir
belajar bahasa. Mereka masih berada pada masa umur kritis berbahasa (Allan
& Paivio, 1981). Dalam hal pelafalan, anak-anak
memiliki peluang untuk berbicara secara fasih, meskipun
aturan berbahasa harus mereka bangun secara natural (Brewer, 1995)
Keempat, adalah kualitas pajanan.
Materi pembelajaran yang dipajankan secara natural memberikan makna bagi anak dalam kehidupan
sehari-hari. Di lain pihak, pajanan yang disajikan
secara formal membuat anak menguasai kaidah secara relatif cepat, meskipun mungkin mereka tidak dapat mengeskpresikan
penguasaannya dalam komunikasi yang natural (Ellis,
1986).
Kelima, adalah bahasa pertama. Jika bahasa
pertama memiliki kedekatan kekerabatan
dengan bahasa kedua, pembelajar mempunyai kemudahan mengembangkan kompetensinya. Meskipun demikian, kemungkinan percampuran kode lebih mudah terjadi,
sebagaimana banyak ditemukan percampuran kode dalam tuturan anak-anak Taman Kanak-kanak di DIY (Musfiroh, 2003).
Keenam, adalah faktor intelligensi. Walaupun
belum terbukti secara akurat dan bertentangan dengan teori multiple intelligences, diduga tingkat
kecerdasan anak mempengaruhi kecepatan pemerolehan
bahasa keduanya. Menurut Lambert, anak-anak bilingual
memiliki performansi yang secara signifikan lebih baik daripada anak-anak
monolingual, baik pada tes inteligensi verbal maupun nonverbal
(Lambert, 1981:154).
D. Peranan Bahasa Pertama dalam Proses
Pemerolehan Bahasa Kedua
Telah dipaparkan sebelumnya mengenai beberapa
konsep dasar serta strategi dalam
pemerolehan bahasa pertama (B1) dan pembelajaran bahasa kedua (B2). Ada tiga macam
pengaruh proses belajar bahasa kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan
karena proses penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat, dan
pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat
lemah (kecil).
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan
dalam Sofa (2008) bahwa bahasa
pertama mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap bahasa kedua sebesar 4 – 12 % dari kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa
yang dibuat oleh anak-anak berasal dari bahasa pertama,
sebesar 8 – 23 % merupakan kesalahan-kesalahan yang
dibuat oleh orang dewasa. Mayoritas kesalahan- kesalahan
tersebut lebih banyak dalam susunan kata daripada dalam morfologi. Bidang yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama adalah
pengucapan. Anak-anak memproses sistem bunyi baru melalui
pola-pola fonologis bahasa pertama pada tahap-tahap awal
pemerolehan bahasa kedua, tetapi secara berangsur-angsur
mereka bersandar pada sistem bahasa kedua dan aksen atau tekanan (logat) mereka pun menghilang.
Pengaruh bahasa pertama kian bertambah pada
bahasa kedua jika pelajar diharapkan
menghasilkan bahasa kedua sebelum dia mempunyai penguasaan yang cukup memadai terhadap bahasa barunya. Pelajar akan bergantung pada
struktur- struktur bahasa pertama, baik dalam upaya
komunikasi maupun terjemahan. Pengaruh bahasa pertama
juga merupakan fakta dalam interaksi yang terjadi antara bahasawan
bahasa pertama dan bahasa kedua.
Satu-satunya sumber utama kesalahan-kesalahan
sintaksis dalam penghasilan bahasa
kedua orang dewasa adalah bahasa pertama si pelaku. Ada pandangan yang menyatakan bahwa kesalahan bukan bersumber pada struktur bahasa
pertama, melainkan pada latar belakang linguistik yang
berbeda-beda dari bahasa kedua (B2) pelajar.
Pengaruh bahasa pertama terlihat paling kuat
dalam susunan kata kompleks dan dalam terjemahan frase-frase, kata demi kata. Pengaruh bahasa pertama
lebih lemah dalam morfem terikat. Pengaruh bahasa
pertama paling kuat atau besar dalam
lingkungan-lingkungan pemerolehan yang rendah.
Pengaruh bahasa pertama bukanlah merupakan hambatan
atau rintangan proaktif, melainkan
akibat dari penyajian yang justru diperbolehkan menyajikan sesuatu sebelum dia mempelajari perilaku baru itu. Pengobatan atau
penyembuhan bagi interferensi hanyalah penyembuhan bagi
ketidaktahuan belajar. Bahasa pertama dapat merupakan
pengganti bahasa kedua yang telah diperoleh sebagai suatu inisiator atau pemrakarsa ucapan apabila pelajar bahasa kedua harus
menghasilkannya dalam bahasa sasaran, tetapi tidak cukup
kemampuan bahasa kedua yang telah diperolehnya. Pengaruh
bahasa pertama merupakan petunjuk bagi pemerolehan yang
rendah. Anak-anak mungkin membangun atau membentuk kompetensi
yang diperoleh melalui masukan. Kurangnya desakan penghasilan ujaran lisan akan menguntungkan bagi anak-anak dan orang dewasa
menelaah bahasa kedua dalam latar-latar formal.
Pengaruh bahasa pertama dapat dianggap sebagai
sesuatu yang tidak alamiah. Seseorang
dapat saja menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa kedua tanpa suatu pemerolehan. Jika bahasa kedua berbeda dengan bahasa pertama,
model monitor dapat dipakai dengan menambahkan beberapa
morfologi dan melakukannya dengan sebaik-baiknya untuk
memperbaiki susunan kata. Pemerolehan bahasa mungkin
pelan-pelan, tetapi dalam jangka panjang akan lebih bermanfaat
kalau bahasa dipergunakan untuk maksud dan tujuan komunikasi.
Daftar Pustaka
Ellis, Rod, ed. 1987. Second
Language Acquisition in Context. London: Prentice Hall
International Ltd (UK).
Krashen, Stephen D. 2002. Second Language Acquisition and Second Language Learning. California
: Pergamon Press.
Lambert, Wallace E. 1972. Language,
Psychology, and Culture.
California : Stanford University Press.
_______1985Seluk
Beluk Belajar
Bahasa Kedua. Adaptasi Heidy Dulay. Language
Two. 1982.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar